Sabtu, 17 Maret 2012

IDDAH, MEMINANG, DAN HAK MAHAR ~ kumpulan makalah gratis

IDDAH, MEMINANG

IDDAH, MEMINANG, DAN HAK MAHAR

IDDAH, MEMINANG, DAN HAK MAHAR


A. Iddah, Meminang, Dan Hak Mahar
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ {234} وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً إِلاَّ أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ {235} لاَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ أَوْ تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدْرُهُ مَتَاعاً بِالْمَعْرُوفِ حَقّاً عَلَى الْمُحْسِنِينَ {236} وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إَلاَّ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ وَأَن تَعْفُواْ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {237})البقرة :234-235)
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antara mu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepulsuh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (234). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan(235). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan (236). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.( 237)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً (الاحزاب : 49)
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.(Al-Ahzab: 49)
B. Tafsir Tahlili
الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ : Orang-orang yang wafat (atau meninggal dunia) مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ : Di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka menangguhkan (hendaklah para istri itu menahan) بِأَنفُسِهِن : Diri mereka (untuk kawin setelah suami mereka meninggal itu) أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً: Selama empat bulan dan sepuluh (maksudnya hari) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ: Apabila waktu mereka telah sampai (habis masa iddah mereka) فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ: Mereka tiada dosa bagi kamu (hai para wali) فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ: Membiarkan mereka berbuat pada diri mereka (misalnya bersolek dan menyiapkan diri untuk menerima pinangan) بِالْمَعْرُوف: Secara baik-baik (menurut agama) وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ : Dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan (baik yang lahir maupun yang batin) وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء: Dan tak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu secara sindiran( wanita-wanita yang kematian suami dan masih ada pada iddah mereka, misalnya kata seseorang’ engkau cantik’ atau “tiada wanita secantik engkau” atau “ siapa yang melihat mu, pasti jatuh cinta” أَوْ أَكْنَنتُمْ: Atau kamu sembunyikan (kamu rahasiakan) فِي أَنفُسِكُمْ : Dalam hati mu (rencana untuk mengawini mereka) عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ : Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka (dan tidak sabar untuk meminang, maka diperbolehkan nya secara sindiran) وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرّاً : Tetapi janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka secara rahasia (maksudnya perjanjian kawin) إِلا: Melainkan (diperbolehkan) أَن تَقُولُواْ قَوْلاً مَّعْرُوفاً: Sekedar mengucapkan kata-kata yang baik (yang menurut syara’ dianggap sebagai sindiran pinangan) وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ : Dan janganlah kamu pastikan akan mengakadkan nikah (artinya melangsungkannya) حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ: Sebelum yang tertulis (dari iddah) أَجَلَهُ: Habis waktunya (tegasnya sebelum iddahnya habis) وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ : Dan ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang ada di hatimu (apakah rencana pasti atau lainnya) فَاحْذَرُوهُ: Maka takutlah kepadaNya (dan jangan sampai menerima hukumannya disebabkan rencana pastimu itu وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَفُورٌٌ : Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun (terhadap orang yang takut kepadanya) حَلِيم: Lagi maha penyantun (hingga menengguhkan hukumnya terhadap orang yang berhak menerimanya) اَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ: Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu menyentuh mereka (menurut satu Qira’at “tumaasuuhunna’ artinya mencampuri mereka) أَو: Atau (sebelum) تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً : Kamu menentukan maharnya (maksudnya maskawinnya. “ma” mashdariyah zharfiyah, maksudnya, tak ada resiko atau tanggung jawab mu dalam perceraian sebelum campur dan sebelum ditentukannya berapa maharnya, maka ceraikanlah mereka itu) وَمَتِّعُوهُن: Dan hendaklah mereka itu kamu beri mut’ah (atau pemberian yang menyenangkan hati mereka) عَلَى الْمُوسِعِ : Bagi yang mampu (maksudnya yang kaya di antara kamu) قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ : Sesuai dengan kemampuannya, sedangkan yang melarat (miskin) قَدْرُهُ: sesuai dengan kemampuannya pula ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tentang derajat atau kedudukan istri) مَتَاع: Yaitu pemberian (atau hiburan) بِالْمَعْرُوف: Menurut yang patut (menurut syara’ dan menjadi sifat bagi mata’an demikian itu) حَقّا: Merupakan kewajiban (“haqqan” menjadi sifat yang kedua atau masdar yang memperkuat) عَلَى الْمُحْسِنِينَ: Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (atau orang-orang yang taat) وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُم فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ ْ : Dan jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu mencampuri mereka, padahal kamu telah menetapkan mahar mereka maka, maka bayarlah separoh dari yang telah kamu tetapkan itu (ini menjadi hak mereka, sedang separoh yang lain kembali padamu) إَلاَّ: Kecuali (atau tidak demikian hukumnya) أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاح : Atau dimaafkan oleh orang yang pada tangannya tergenggam akad nikah (yaitu suami, maka mashar diserahkan kepada para istri semuanya. Tetapi menurut keterangan Ibnu Abbas, wali boleh bertindak sebagai penggantinya, bila wanita itu mahjurah/tidak boleh bertasaruf dan hal ini tidak ada dosa baginya, maka dalam hal ini tidak ada kesulitan) أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ : Lebih dekat dari ketaqwaan. Dan jangan kamu keutamaan diantara kamu (artinya saling menunjukkan kemurahan hati) إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ: : Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (dan akan membalas mu sebaik-baiknya)
Al-Ahzab: 49
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya (menurut satu qira’at lafad tamassuhunna dibaca tumassuhunna artinya sebelum kalian menyetubuhi mereka. فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا : Maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya (yaitu yang kalian dengan quru’ atau bilangan yang lainnya. فَمَتِّعُوهَّ : Maka berilah mereka mut'ah (berilah mereka uang mut’ah sebagai pesangon dengan jumlah yang secukupnya, demikian itu apabila pihak lelaki belum mengucapkan maharnya kepada mereka, apabila ternyata ia telah mengucapkan jumklahnya maka uang mut’ah itu separoh dari mahar yang telah di ucapkannya. Demikian pendapat ibnu Abbas dan diikuti oleh imam Syafi’I) وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً : Dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya (yaitu dengan cara tanpa menimbulkan kemadharatan kepada dirinya)
C. Tafsir Ijmali
Ayat 234
Ungkapan yang sangat, yang dipergunakan untuk kematian seseorang adalah “tuwuffia” (diwafatkan), sebab pada hakekatnya seseorang yang mati itu, ialah karena nyawanya diambil. Yang sama dengan itu adalah ‘mutawaffa” (orang yang diwafatkan). Bukan “mutawafi”, sebab mutawaffi artinya yang mematikan. Diriwayatkan dari abu Aswad Ad-Dauli, bahwa ia pernah shalat jenasah, lalu ada orang bertanya kepadanya: “Manil mutawaffi” (siaspa yang mematikan) dijawab “Allah Ta’ala, dari situlah kemudian timbul kaidah nahwu.
Kata juz terpakai untuk pria dan wanita (suami dan istri). Sedang arti asalnya adalah: bilangan dobel. Kemudian, terpakai untuk suami dan istri, karena pada hakekatnya suami dan istri itu , adalah dua insan yang berpadu, sehingga seolah-olah menjadi satu. Karena itu suami istri ini dipakai dua kata yang satu, sekalipun lahiriyahnya dua, tetapi intinya satu. Karena itu kedua suami istri ini dituntut untuk bersatu, seolah-olah menjadi mata bagi yang lainnya.
Hikmah dibatasi iddah istri yang ditinggal mati suaminya dengan empat bulan sepuluh hari itu, karena tujuan pokok iddah ialah “baraatur rahim” (kebersihan rahim, sedang janin itu terbentuk di dalam rahim dalam tiga fase: fase pertama berbentuk nutfah, fase kedua: berbentuk darah menggumpal, dan fase ketiga: berbentuk daging.
Ayat 235-237
Al-qura’an membolehkan meminang perempuan yang dalam iddah dengan cara sindiran, misalnya dengan ucapan: engkau ini seorang perempuan yang cantik, engkau perempuan yang saleh, engkau ini perempuan dermawan.
Zamarkasi berkata :’rahasia” uang dimaksud dalam ayat di atas adalah kinayah dari nikah yang nikah itu asal artinya ialah bercampur. Dan itulah yang dirahasiakan (dalam perkawinan itu). Janganlah engkau mendekat seorang gadis
Kemudian kata ini dipergunakan untuk arti “kawin” yang berarti ‘aqad karena akad itu suatu sebab terjadinya perkawinan.
Penyebutan kata “azam” dalam ayat itu adalah lil mubalaghah larangan yang sangat keras untuk mengadakan perkawinan dlam ‘iddah, karena ‘azam untuk perbuatan tersebut merupakan muqadiamahnya. Kalau azam saja sudah dilarang apalagi melakukannya.
Allah menggunakan kata menyentuh untuk arti bercampur, adalah suatu kinayah yang halus yang biasa digunakan al-quran.
Abu Muslim berkata: kinayah yang dipergunakan Allah ta’ala untuk bercampur dengan menyentuh itu, sebagai didikan buat manusia agar dalam percakapannya selalu memilih kata-kata yang baik.
Khitab dalam firman Allah: Bahwa memaafkan itu jalan terdekat dari taqwa” dan “jangan kamu lupakan kelebihan antara kamu” itu tertuju untuk pria dan wanita, yang disampaikan dengan mengambil cara pada umumnya.
Ar-Rozi berkata; apabila pria dan wanita itu hendak disebut secara bersamaan, maka pada umumnya cukup dengan menyebutkan pria. Sebab pria itu adalh pokok, sedang wanita adalah cabang. Misalnya anda mengatakan; Qaimun(laki-laki berdiri), kemudian anda hendak juga menyebutkan wanita, maka anda mengatakan Qaimatun (wanita berdiri)
Hikmah diwajibkan mut’ah(pemberian) kepada istri yang ditalak untuk menghilanhkan perasaan keganasan talak dan mengurangi kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata: apabila si laki-laki itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
Diriwayatkan, bahwa al-Hasan bin ‘Ali, pernah memberikan mut’ah sebanyak 10.000, lalu perempuan itu berkata: Mut’ah ini telalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan”. Adapun sebab diceraikannya istrinya ‘aisah al-Khats’amiyah itu ialah: bahwa ketika ali terbunuh dan al-Hasan dibaiat sebagai khalifah, ‘Aisah mengatakan rupanya kekuasaan khalifah ini menyenangkan engkau, ya amiral mukminin! Maka jawab al-Hasan: ‘Ali terbunuh, sedang engkau dengan kedudukan ini? Pergi, engkau ku talak tiga! Begitulah, lalu ‘Aisah berselimut dengan jilbabnya, dan ia menanti hingga habis masa iddahnya. Lalu oleh al-Hasan dikirimkan sebanyak 10.000, serta mahar yang belum terbayar. Maka ‘Aisah berkomentar: suatu pemberian yang terlalu kecil, dari seorang habib yang menceraikan, setelah utusan itu menyampaikan kepada Hasan, maka Hasan menangis seraya berkata: seandainya aku tidak menjatuhkan talak bain kurujuk dia.
Al-Ahzab ayat 49
Firman allah” apabila kamu telah menikah dengan perempuan-perempuan mukminah” itu merupakan suatu isyarat, bahwa seorang mu’min harus selalu mencari ladang yang baik untuk meletakkan nutfahnya itu dan supaya ia menikah dengan perempuan mukminah yang suci, karena imannya itulah yang akan dapat melindungi harga dirinya sehingga ia tidak terjatuh ke dalam lembah perbuatan keji dan kotor.
Kewajiban iddah bagi perempuan itu dalam rangka melindungi nasab, sebab laki-laki itu dituntut untuk merasa cemburu atas anaknya dan memperhatikan nya supaya tanamannya itu tidak disirami oleh orang lain.
D. Kandungan Hukum
QS. Al-Baqarah Ayat 234
1. Apakah ayat ini bisa dijadikan sebagai nasikh ayat yang menerangkan tentang iddah setahun itu.
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ayat ini adalah nasikh ayat “Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu, dan meninggalkan istri-istri hendaklah ia berwasiat untuk istri-istrinya itu supaya diberi kmakan setahun dengan tidak boleh diusir.” (QS. Al-Baqarah:240)
2. Masa berkabung
syari’at islam mewajibkan perempuan yanfg ditinggal mati suaminya itu supaya berkabung selama dalam iddah 4 bulan sepuluh hari.
QS. Al-Baqarah Ayat 235-237
1. Hukum meminang
Perempuan dalam kedudukan pinang ini ada tiga macam:
a) Perempuan yang boleh dipinang dengan terang-terangan dan dengan sindiran, yaitu perempuan yang masih single dan bukan dalam masa iddah.
b) Perempuan yang tidak boleh dipinang dengan sindiran maupun terang-terangan. Yaitu perempuan yang masih mempunyai suami
c) Perempuan yang boleh dipinang dengan sindiran, tidak boleh dengan terang-terangan. Yaitu perempuan yang ditinggal mati suaminya masih dalam iddah.
2. Perkawinan Dalam Iddah Sah Atau Tidak
Allah melarang pernikahan dalam masa iddah dan mewajibkan perempuan supaya menanti, baik dalam iddah talak maupun iddah wafat.
3. Hukum Mut’ah Untuk Perempuan Yang Ditalak
Bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya, jelas wajib mendapatkan mut’ah berdasarkan firman Allah: Dan berilah mereka mut’ah, wajib bagi orang yang kaya menurut kemampuannya, dan atas orang yang tidak mampu menurut kemampuannya.” Sekarang yang menjadi persoalan, apakah mut’ah itu wajib untuk semua perempuan yang ditalak?
Hasan Basri berpendapat wajib, berdasarkan keumumuman firman Allah: “ dan bagi perempuan-perempuan yang ditalak berhak mendapatkan mut’ah, sebagai suatu ketentuan atas orang-orang yang taqwa. (QS. Al-Baqarah)
Jumhur (Hanafiyah, Syafi’iah dan Hanabilah) berpendapat: Mut’ah bagi perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya. Adapun bagi perempuan yang sudah ditentukan maharnya, mut’ah itu hukumnya sunnah.
4. Arti mut’ah dan ukurannya
Mut’ah ialah pemberian seorang suami kepada seoaran istrinya yang diceraikan, baik berupa uang, pakaian atau pembekalanapa saja, sebagai bantuan dan penghormatan kepada istrinya itu, serta menghindari kekejaman talak yang dijatuhkan itu.
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ukurannya.
⊛ Imam Malik: Menurut hemat kami, mut’ah itu tidak ada batasannya tertentu, baik minimal maupun maksimal.
⊛ Imam syafi’I: Bagi orang yang mampu disunatkan mut’ah itu berupa khadam, sedang pertengahan berupa 30 dirham, dan bagi orang yang tidak mampu sekedarnya saja.
⊛ Imam Abu Hanifah: Sedikitnya berupa baju kurung, kudung dan tusuk konde, dan tidak lebih dari setengah mahar.
⊛ Imam Ahmad: Mut’ah itu berupa baju kurung dan kudung yang sekedar cukup dipakai buat shalat dan sesuai dengan kemampuan suami.
QS. Al-Ahzab
1. Talak sebelum nikah
Para ulama fiqh sepakat bahwa talak sebelum nikah itu tidak bisa jatuh, berdasarkan firman Allah: Apabila kamu kamu telah menikah dengan perempuan mukminah kemudian mereka itu kamu cerai.”
2. apakah terjadinya khalwat itu mengharuskan adanya iddah dan mahar
menurut dhahirnya ayat yang mengatakan “sebelum kamu sentuh mereka itu” yang merupakan kata sindiran tentang jima’, menunjukkan, bahwa khulwat itu sekalipun sudah benar-benar terjadi, tidak mengharuskan adnya iddah dan mahar seperti halanya kewajiban iddah dan mahar yang disebabkan jima’.
3. tentang kewajiban mut’ah
dhahirnya firman Allah “akan Tetapi berilah mereka itu mut’ah” itu menunjukkan wajibnya mut’ah untuk perempuan-perempuan yang dicerai sebelum dicampuri, baik sudah ditentukan maharnya ataupun belum.
E. Kesimpulan
Perempuan yang masih dalam ‘iddah karena ditinggal mati suaminya atau karena talak bain, boleh dipinang dengan sindiran.
Mengadakan akad nikah dalam keadaan ‘iddah itu hukumnya haram, dan perkawinannya dinilai fasid
Muta’ah untuk orang yang ditalak yang belum ditentukan maharnya, hukumnya wajib dan sunnah untuk perempuan-perempuan lainnya.
Boleh menceraikan perempuan yang belum dicampuri, kalau memang ada kepentingan yang mendesak
Perempuan yang ditalak yang belum pernah dicampuri, berhak mendapat setengah mahar, apabila maharnya itu telah ditentukan.
Seorang muslim harus memilih calon istrinya itu seorang mukminah yang suci.
Talak itu dapat meruntuhkan sendi-sendi rumah tangga, karena itu tidak layak dijatuhkan kecuali dalam situasi dharurat.
Perempuan yang belum pernah dicampuri, apabila dicerai tidak wajib iddah, dengan kesepakatan ulama’
Seorang suami harus mengatasi bahaya istrinya yang dicerai itu dengan cara memberi mut’ah
Menyakiti hati perempuan yang ditalak itu diharamkan, bahkan harus dilepas dengan cara yang sopan dan baik. G, DAN HAK MAHAR ~ kumpulan makalah gratis

Minggu, 11 Maret 2012

Perkawinan Menurut Hukum Islam



      Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah kami akan membahas perkawinan menurut hukum islam. 
       Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina.
       Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.
Perkawinan adalah Fitrah Kemanusiaan
        Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya. Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
       Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” .
Kedudukan Perkawinan dalam Islam
• Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
• Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
• Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
• Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
• Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbu`tan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
       Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jik` mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
Hikmah Perkahwinan
• cara yang halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminang`n)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".
c. Adanya Mahar .
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya
• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
d. Adanya Wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
Syarat wali
• Islam, bukan kafir dan murtad
• Lelaki dan bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan dalam ihram haji atau umrah
• Tidak fasik
• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali
• Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
e. Adanya Saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi
• Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar, melihat dan bercakap
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
• Merdeka
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
Sebab Haram Nikah
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan keturunannya (haram selamanya) dan ia dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, emak saudara sebelah bapa, emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan anak saudara perempuan bagi adik-beradik perempuan.” :
o Ibu
o Nenek sebelah ibu mahupun bapa
o Anak perempuan & keturunannya
o Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
o Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan
o Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
o Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan oleh susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari sebelah ibu susuan
o Adik-beradik perempuan susuan
o Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
o Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
• Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
o Ibu mertua dan ke atas
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Emak saudara kepada isteri
• Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya
Penutup
       Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman: “Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
       Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Wallahu a’alam bish shawab.

akidah

Tanamkan Akidah Sejak Usia Dini

      
      Setiap mukmin pasti tidak bisa memungkiri pengakuan dalam lubuk hatinya yang paling dalam bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah figur guru/pengajar yang terbaik. Sehingga metode Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam dalam menanamkan keyakinan aqidah kepada para Sahabatnya, termasuk yang masih sangat muda belia, adalah metode yang paling relevan diterapkan dalam berbagai situasi zaman.

      Di saat setiap orang tua muslim mulai khawatir dengan keimanan dan moral anaknya, para pendidik mulai mencemaskan perkembangan kepribadian peserta didiknya, patutlah kita menengok kembali bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam memberikan contoh peletakan pondasi keimanan yang kokoh kepada seorang sahabat, sekaligus sepupu beliau yang masih kecil waktu itu, yakni Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu.

      Bukti sejarah memaparkan keunggulan metode pengajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam tersebut yang membuahkan pribadi yang beriman dan berilmu seperti Ibnu Abbas. Kita kemudian mengenal beliau sebagai seorang Ulama’ di kalangan sahabat Nabi, seorang ahli tafsir, sekaligus seorang panutan yang menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah, sikap wara’, taqwa, dan perasaan takut hanya kepada Allah semata.
       
     Begitu banyak keutamaan Ibnu Abbas yang tidak bisa kita sebutkan hanya dalam hitungan jari. Beliau adalah seseorang yang didoakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam:
“Wahai Allah, pahamkanlah ia dalam permasalahan Dien, dan ajarilah ia ta’wil (ilmu tafsir Al Quran)”. Beliau pula yang dua kali didoakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam supaya dianugerahi hikmah oleh Allah. Tidak ada yang menyangsikan maqbulnya doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, manusia yang paling bertaqwa di sisi Allah.
 
      Mari kitak simak salah satu metode pengajaran agung itu, untuk selanjutnya kita gunakan pula dalam membimbing anak-anak kita meretas jalan menuju hidayah dan bimbingan Allah. Disebutkan dalam suatu hadits:
Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu: “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu… Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu… Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah… Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah… Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)… Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)… Pena telah diangkat… dan telah kering lembaran-lembaran…(hadits riwayat Tirmidzi, Hasan, shahih)

       Inilah salah satu wasiat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang mewarnai kalbu Ibnu Abbas, menghunjam dan mengakar, serta membuahkan keimanan yang mantap kepada Allah. Kita juga melihat bagaimana metode dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam, hal pertama kali yang ditanamkan adalah tauhid, bagaimana seharusnya manusia memposisikan dirinya di hadapan Allah. Manusia seharusnya mencurahkan segala hidup dan kehidupannya untuk menghamba hanya kepada Allah. Tidaklah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam mendahulukan sesuatu sebelum masalah tauhid diajarkan.

Kalau manusia ingin selalu berada dalam penjagaan Allah, maka dia harus ‘menjaga’ Allah. Makna perkataan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam: “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu…” dijelaskan oleh seorang Ulama’ bernama Ibnu Daqiqiel ‘Ied: “Jadilah engkau orang yang taat kepada Rabbmu, mengerjakan perintah-perintah-Nya, dan berhenti dari (mengerjakan) larangan-larangan-Nya”. (Syarah al-Arba’in hadiitsan an-nawawiyah).
       
Kita jaga batasan-batasan Allah dan tidak melampauinya. Batasan-batasan itu adalah syariat Allah, penentuan hukum halal dan haram dari Allah, yang memang hanya Allah sajalah yang berhak menetapkan hukum tersebut, sebagaimana dalam ayat: Artinya: “…penetapan hukum hanyalah hak Allah” (Q.S.Yusuf: 40 )

       Allah mencela orang-orang yang melampaui batasan-batasan-Nya: Artinya: “…dan barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim”(Q.S. Albaqarah:229).
Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya tentang ayat ini menyebutkan: “Batasan itu terbagi dua, yaitu: batasan perintah (untuk) dikerjakan dan batasan larangan (untuk)ditinggalkan.
       Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam dalam hadits ini memberikan sinyalemen bahwa barangsiapa yang senantiasa menjaga batasan-batasan Allah itu maka dia akan senantiasa dalam penjagaan Allah. Maka siapakah lagi yang lebih baik penjagaannya selain Allah? sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik penjaga. Dalam AlQuran disebutkan:
“Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”(Q.S. Al-Anfaal:40).

       Syaikh Abdirrahman bin Naashir As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan:…”Allah lah yang memelihara hamba-hambanya yang mu’min,dan menyampaikan pada mereka (segala) kebaikan/mashlahat, dan memudahkan bagi mereka manfaat-manfaat Dien maupun kehidupan dunianya, dan Allah yang menolong dan melindungi mereka dari makar orang-orang fujjar,dan permusuhan secara terang-terangan dari orang-orang yang jelek akhlaq dan Diennya.(Kitab Taisiril Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan).

       Makna perkataan Rasul “Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu…”. Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al- Hanbaly an-Najdi dalam kitabnya Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, menjelaskan makna hadits tersebut: “Jagalah batasan-batasan Allah dan perintah-perintah-Nya, niscaya Ia akan menjagamu di manapun kamu berada”.

“Jika engkau memohon, memohonlah kepada Allah, jika engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah”. Ini adalah sebagai perwujudan pengakuan kita yang selalu kita ulang-ulang dalam sholat :Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin
“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”(Q.S. Al-Fatihah: 5).

        Kalimat yang sering kita ulang-ulang dalam munajad kita dengan Penguasa seluruh dunia ini, akankah benar-benar membekas dan mewarnai kehidupan kita? Sudahkah kita benar-benar menjiwai makna pernyataan ini sehingga terminal keluhan dan pelarian kita yang terakhir adalah Dia Yang Berkuasa atas segala sesuatu? Demikianlah yang seharusnya. Di saat kita meyakini ada titik tertentu , sebagai batas semua makhluk siapapun dia, tidak akan mampu mengatasinya, pulanglah kita pada tempat kita berasal dan tempat kita kembali. Apakah dengan penguakan kesadaran yang paling dalam ini kita masih rela berbagi permintaan tolong kita yang sebenarnya hanya Allah saja yang mampu, kepada makhluk selain-Nya? Sungguh hal itu merupakan bentuk kedzaliman yang paling besar.

Allah mengabadikan salah satu bentuk nasehat mulya yang akan senantiasa dikenang :

Artinya: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasehatinya: “Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar” (Q.S.Luqman:13)
        Meminta pertolongan dalam permasalahan yang hanya Allah saja yang mampu memenuhinya, seperti rezeki, kebahagiaan, kesuksesan, keselamatan, dan yang semisalnya, kepada selain Allah adalah termasuk bentuk kedzaliman yang terbesar itu (syirik). Berbeda halnya jika kita minta tolong dalam permasalahan yang manusia memang diberi kemampuan secara normal oleh Allah untuk memenuhinya, seperti tolong menolong sesama muslim dalam hal finansial, perdagangan dan semisalnya.

        “Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)…” Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)…Dua bait ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam ini mempertegas dan memberikan argumen yang pasti bahwa Allah sajalah yang berhak dijadikan tempat bergantung, meminta pertolongan, karena hanya Ia saja yang bisa menentukan kemanfaatan atau kemudharatan akan menimpa suatu makhluk. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam juga mengajarkan kepada kita dzikir seusai sholat yang menguatkan pengakuan itu:

“Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta walaa mu’tiya limaa mana’ta “

Artinya: “…Wahai Allah tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah/halangi…” (hadits riwayat Bukhari 2/325 dan Muslim 5/90, lihat kitab Shahih al-Waabilus Shayyib minal Kalamit Thayyib, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly).

       Dalam hadits itu pula terkandung pelajaran penting wajibnya iman terhadap taqdir dari Allah baik maupun buruk. Seandainya seluruh makhluk berkumpul dan mengerahkan segala daya dan upayanya untuk memberikan sesuatu pada seseorang, tidak akan bisa diterimanya jika tidak ditakdirkan oleh Allah, demikian pula sebaliknya dalam hal usaha untuk mencelakakan.Kesadaran ini pula yang harus ditanamkan sejak dini.

        Orang tua hendaknya memberikan gambaran-gambaran yang mudah dimengerti oleh si anak tentang kekuasaan Allah dan taqdirnya. Anak-anak mulai diajak berpikir secara Islamy, bahwa segala sesuatu yang menjadi kepunyaannya itu adalah pemberian dari Allah dan telah Allah takdirkan sampai padanya. Demikian pula apa yang luput dari usaha anak itu untuk mencapainya, telah Allah takdirkan tidak akan sampai padanya.

        Telah diangkat pena-pena dan telah kering lembaran-lembaran….maksudnya, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah tertulis ketentuannya dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Allah berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”(Q.S. Al-hadiid:22-23).

        Sungguh indah rasanya jika teladan pengajaran dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam ini benar-benar kita tindak lanjuti sebagai upaya pembekalan bagi anak-anak kita. Mewarnai kalbu mereka yang masih putih seputih kertas tanpa ada goresan sedikitpun sebelumnya. Sehingga di saat mereka beranjak dewasa, kita akan menuai hasilnya. Orangtua mana yang tak kan bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang tangguh, beriman dan berilmu Dien yang mantap serta siap menghambakan dirinya untuk Allah semata dan siap berjuang untuk menegakkan Kalimat-Nya, berjihad fi sabiilillah. Tidak ada yang ditakuti kecuali hanya kepada, dan karena Allah semata.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

biografi soekarno

MENCOBA MEMAHAMI SOEKARNO SEBAGAI " DIRINYA SENDIRI"
Judul Buku:
SOEKARNO BAPAK INDONESIA MERDEKA; Sebuah Biografi 1901-1945
Pengarang : Bob Hering
Penerbit : Hasta Mitra
Tahun Terbit : 2003
Halaman : XXII + 496 (termasuk indeks)
BIOGRAFI SINGKAT Ir. SOEKARNO (PRESIDEN NEGARA RI PERTAMA)
Ir. Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901. Ayahnya
bernama Raden Sukemi dan Ibunya bernama Ida Nyoman Rai. Beliau lulus
dari Sekolah Tinggi Teknik (sekarang ITB) di Bandung tahun 1925. Beliau
pertama kali menjelaskan ide-ide politiknya pada tahun 1926 pada sebuah
artikel yang berjudul,"Nasionalisme, Islam dan Marxisme". Beliau
merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan Partai Nasional Indonesia
(PNI) pada tanggal 4 Juli 1929.
Pendidikan :
1. Menamatkan sekolah dasar di Tulung Agung, ELS di Mojokerto dan
HBS di Surabaya.
2. Menamatkan ITB di Bandung mendapat gelar Insinyur pada tahun
1926.



Jabatan dan kegiatan yang pernah diemban/dilakukan :
1. Berjuang dalam pergerakan kebangsaan semenjak masih mahasiswa
2. Tahun 1925, mendirikan Algemeene Studie Club di Bandung.
Majalahnya Indonesia Muda, sering menulis disurat kabar yang isinya
cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka.
3. Dua tahun kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia bersam
tokoh politik lainnya yaitu Mr. Iskak, Dr.Ciptomangunkusumo, Mr.
Budiarto, Mr. Sunaryo dan Mr. Sartono.
4. Tahun 1929 beliau dipenjarakan selama 4 tahun di penjara
Sukamiskin karena dituduh akan melakukan pemberontakan.
5. Setelah keluar dari penjara ia semakin berapi-api membakar
semangat rakyat. Beliau ditangkap lagi dan dibuang ke Ende (Flores)
selama 4 tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu. Bung Karno baru bebas
setelah Jepang menduduki Indonesia.
6. Pada masa pendudukan Jepang Ir. Soekarno memimpin Pusat Tenaga
Rakyat (Putera) bersama Drs. M.Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH Mas
Mansur. Organisasi ini dibentuk Jepang untuk kepentingan mereka. Akan
tetapi Bung Karno dan kawan-kawan menggunakan Putera untuk kepentingan
Indonesia, karena itu Putera dibubarkan oleh Jepang.
7. Bulan September 1944, Jepang berjanji akan memerdekakan
Indonesia. Untuk itu dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
8. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.
9. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
10. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir. Soekarno terpilih secara
aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
11. Pada Agresi I, Ir. Soekarno memimpin perjuangan di Jawa. Pada
Agresi II Belanda Ir. Soekarno ditangkap dan dibuang ke Bangka.
12. Tanggal 11 Maret 1966 beliau mengeluarkan SUPERSEMAR kepada Letjen
Suharto.
13. Tanggal 22 Februari 1967 penyerahan kekuasaan pemerintahan kepada
Jenderal Suharto
















SOEKARNO BAPAK INDONESIA MERDEKA
Seorang tokoh besar seperti Soekarno memang menjadi bahan kajian yang
tidak pernah habis dan membosankan. Selalu ada unsur dan polemik baru
yang lahir dari tokoh ini di sepanjang karier politiknya.
Karya Bob Hering tentang Soekarno ini mencoba memahami kembali Soekarno
sebagai "Bapak Bangsa" dengan cara melakukan rekonstruksi atas berbagai
realitas yang dialami Soekarno sendiri. Dengan begitu, ia mencoba
mengurangi "subyektivisme" dan stereotip atas Soekarno sebagai sosok
yang oleh Taufik Abdulah sering dianggap sebagai sosok "eksotis dari
Timur" oleh para peneliti Barat.
Edisi bahasa Indonesia karya Hering diterbitkan oleh Hasta Mitra dengan
kata pengantar dari Joesoef Isak. Menurut Joesoef, banyak karya tentang
Soekarno tidak menggambarkan siapa itu Soekarno secara utuh, "Obyeknya
memang Soekarno, tetapi pertama-tama stempel selera dan warna-politik
penulis sendirilah yang dapat kita detect, dapat langsung kita lihat
belang penulisnya" (hal viii). Dalam semangat ini Hering mencoba melihat
watak Soekarno menurut pengalaman Soekarno sendiri. Dengan dukungan data
yang sangat detail, karya ini mengajak pembaca agar memahami tentang
Soekarno sebagai "dirinya sendiri". Seperti dikatakan oleh Joesoef, "dia
bebas dari kontaminasi abstraksi-abstraksi kerekayasaan yang bermaksud
mematahkan dan menghitamkan Soekarno " (hal xxi).
Pesan penting dari buku ini adalah bahwa benang merah paling penting
dari sejarah politik Soekarno adalah perjuangannya yang konsisten untuk
mencapai Indonesia merdeka. Untuk tujuan tersebut ia "melakukan berbagai
cara yang dimungkinkan" untuk terus membawa kapal politik gerakan menuju
satu tujuan bersama, Indonesia merdeka. Oleh karena itu, pantas bila
Soekarno dijuluki "Bapak Indonesia Merdeka". Sebuah peran besar yang
tidak boleh "dikecilkan" oleh analisis akademis dan penelitian tentang
diri Soekarno, di balik segala kontroversi yang mengiringinya.

Menyusuri ideologi Soekarno muda

"Masa pendidikan politik" Soekarno, menurut Hering, dibentuk di dua kota
berbeda, yang mengenalkannya pada dua ideologi modern yaitu sosialisme
dan nasionalisme. Di kota Surabaya Soekarno mengaku pertama kali
mengenal Marxisme melalui Alimin ketika ia tinggal di asrama. Di asrama
ini ia juga mengenal Moeso, Semaun, dan Darsono, orang- orang kiri yang
kelak mendirikan Partai Komunis Indonesia. Dari orang-or`ng sosialis
radikal ini Soekarno juga mulai mendengarkan berbagai propaganda
sosialis yang dilakukan oleh orang Eropa seperti Baars, Reeser, dan
Hartogh. Pengaruh kaum sosialis ini sangat kuat pada analisis Soekarno
tentang imperialisme, kapitalisme, dan kolonialisme sehingga kalaupun ia
nanti menjadi seorang nasionalis, ia menjadi seorang nasionalis yang
cenderung antikapitalisme.
Namun, dalam perkembangannya Soekarno tidak memilih sosialisme radikal.
Menurut Hering, ada dua orang yang memengaruhi perubahan "sosialisme"
Soekarno. Pengaruh pertama datang dari tokoh karismatis Sarekat Islam,
Tjokroaminoto, yang mempunyai basis kuat di Surabaya dan seorang
penganjur "kapitalisme yang bermoral" dan dasar religius bagi
sosialisme. Tjokro "secara berangsur memberikan tugas- tugas dan
tanggung jawab politik kepada Soekarno yang dengan senang
dilaksanakannya" (hal 104-105).
Pengaruh kedua datang dari Karl Kautsky melalui karyanya Sozialismus und
Kolonialpolitik Eine Auseinandersetzung yang ia baca ringkasannya dalam
Het Vrije Woord di tahun 1919. Kaustsky membawa Soekarno kepada
pentingnya sebuah parlemen yang kuat daripada sebuah kediktatoran
proletariat. Seperti ditulis Hering, "Hal ini memberikan pengaruh agak
kuat pada Soekarno yang telah lebih matang" (hal 107).
Kepindahan Soekarno ke Bandung pada bulan Juni 1921 untuk masuk ke
Technische Hoogeschool membawa Soekarno berkenalan dan menyerap
nasionalisme radikal dari Tjipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker. Tjipto
tampaknya mendapatkan tempat khusus dalam diri Soekarno.
Menurut Hering, " Soekarno mengakui bahwa ia mendapatkan pengaruh
politik terbesar dari trio pengurus IP (Indische Partij) kemudian SH/NIP
(Sarekat Hindia/Nationaal-Indische Partij)" (hal 128). Soekarno menyebut
Tjipto dengan "saudara Tjipto-mychief". Kebetulan Tjipto dan Douwes
Dekker tinggal tidak jauh dari tempat tinggal Soekarno di Bandung.
"Mereka itu yang mempengaruhi pandangan politik radikal Soekarno yang
kian matang, terutama Tjipto yang sama-sama priyayi" (hal 129). Selama
di Bandung ini "Tjipto terus-menerus mendorong Soekarno menjadi seorang
nasionalis yang meyakinkan" (hal 129).
Pergumulannya dengan sosialisme dan nasionalisme radikal membuat
Soekarno mencoba merumuskan "sebuah ideologi nasional" yang akan ia
gunakan hingga akhir hayat, yaitu Marhaenisme. Nama ini didapat ketika
ia sedang berjalan di sebelah selatan Bandung dan bertemu dengan seorang
petani bernama Marhaen. Seorang petani kecil, tani sieur, memiliki
sepetak tanah dengan peralatan kerja untuk bercocok tanam, sekadar bisa
bertahan hidup bersama keluarga. Konsep Marhaen ini kemudian ia
identikkan secara lebih luas dengan orang yang miskin dan hidup
kekurangan, seperti buruh miskin, nelayan miskin, klerek miskin,
pedagang keliling miskin, tukang sado miskin, atau sopir miskin.
"Menurut Soekarno, mereka semua adalah marhaen, dan marhaenisme adalah
sosialisme Indonesia dalam praktek" (hal 126). Dengan begitu, Soekarno
muda sudah menemukan suatu "ideologi nasional" yang dianggap cocok
dengan situasi rakyat negerinya. "Pada waktu itu, ia memandang bahwa
konsep marhaenisme lebih cocok sebagai ideologi nasional daripada
pengertian kelas proletariat" (hal 126).
Soekarno mencoba mencari strategi realistis bahwa tujuan ideologis atas
nama Islam atau sosialisme sebetulnya harus melewati sebuah proses yang
sama, yaitu Indonesia merdeka. Tujuan "mencapai kemerdekaan" ini yang
menurut Hering konsisten dilaksanakan oleh Soekarno dengan taktik yang
berbeda, nonkooperasi di zaman rezim kolonial Belanda dan kooperasi di
bawah rezim f`sis Jepang.


Pada tahun 1926 didirikan Comite Persatuan Indonesia (CPI) di Bandung.
CPI mengeluarkan terbitan berkala bulanan yang bernama Indonesia Moeda
(IM). Dalam IM ini Soekarno mengeluarkan formula politik "klasiknya"
tentang "Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme". Tulisan ini dimuat tiga
nomor berturut- turut. "Dengan begitu Soekarno melakukan ajakan dan
prakarsa dramatis kepada tiga ideologi dominan yang menjiwai keberadaan
dan bertahannya organisasi-organisasi utama di Tanah Air" (hal 136).
Persatuan ini ditujukan pada satu muara, yaitu "untuk melakukan
perlawanan bersama terhadap musuh bersama" (hal 136).

Perserikatan Nasional Indonesia dan represi

Pada bulan Juli 1926 Soekarno mengadakan sebuah pertemuan dan mengambil
kesepakatan tentang perlunya mendirikan sebuah partai nasionalis baru
yang "sama sekali berlainan dengan PKI". Disepakati untuk membentuk
Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) dengan Soekarno sebagai ketua.
Partai ini menolak taktik kekerasan, tetapi memilih sikap nonkooperasi
atas penguasa kolonial. PNI juga mengambil taktik aksi massa atau rapat
umum untuk mendesakkan kebangkitan kesadaran rakyat. Kelahiran PNI ini
juga menjadi titik awal rivalitas politik yang panjang antara Soekarno
dan Hatta dan Syahrir.
Kelahiran PNI ini telah membentuk "jiwa politik Soekarno " untuk
menjalin suatu "keterikatan emosional" dengan "kerumunan massa" yang
terpukau oleh orasinya. Kehadirannya menjadi kunci dari mobilisasi
politik yang diikuti oleh ribuan orang di berbagai tempat di Pulau Jawa.
Rezim kolonial mulai khawatir dengan perkembangan ini. Akibatnya, ruang
gerak PNI mulai dibatasi dengan berbagai pembatalan acara dan represi.
Bahkan, di Semarang pidato Soekarno dihentikan oleh polisi ketika
berbicara tentang kemerdekaan. Soekarno mulai menjadi target utama
polisi, intel rezim kolonial. Bahkan polisi bertindak lebih jauh lagi
dengan melarang penggunaan kata "merdeka" dalam pertemuan PNI dan pidato
Soekarno. Bahkan beredar desas-desus bahwa Soekarno sudah masuk dalam
daftar aktivis yang akan ditangkap dan dibuang.
Merespons isu tersebut Hatta sudah menyiapkan sebuah perjalanan bagi
Soekarno untuk tinggal sementara di negeri Belanda. Namun, menurut
Hering, selain motif untuk menghindari represi atas PNI dan Soekarno,
Hatta tampaknya juga berambisi hendak mengambil alih kepemimpinan
politik. "Ketika PNI ditinggalkan sendirian, maka Hatta akan mendapatkan
peluang nyata bagi peran dirinya sendiri" (hal 185). Dan langkah
selanjutnya adalah "mendapatkan kesempatan agar kepemimpinan PNI jatuh
ke tangan mereka yang kurang flamboyan dan lebih berhati- hati yang
kemudian lebih menerima arahan dan gagasannya sendiri" (hal 185).
Anjuran ini ditolak oleh Soekarno, yang menurut Hering, "Hatta tidak
memahami suatu fakta penting bahwa Soekarno mendapatkan kepuasan luar
biasa dengan menggunturkan protes dan klaimnya di depan kerumunan besar
massa rakyat pribumi yang mendengarkan pidatonya" (hal 186).
Tanggal 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap dengan tuduhan akan adanya
pemberontakan, "agar ada alasan memukul PNI sekali dan untuk selamanya"
(hal 203). Selanjutnya, Soekarno ditahan di Penjara Bantjeuj. Ketika
Soekarno di penjara, rezim kolonial terus melakukan represi atas PNI
dengan melakukan penggeledahan dan pelarangan berbagai kegiatan.
Akhirnya para pimpinan PNI membekukan organisasi ini pada 11 November
1930.
Pengadilan atas Seokarno dilangsungkan sepanjang tahun 1930 dan ia
dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Soekarno lalu ditahan di Penjara
Soekamiskin di Bandung bersama dua pemimpin PNI lainnya, Gatot dan
Maskoen. Proses persidangan Soekarno menjadi media propaganda dan
pendidikan politik yang menarik perhatian luas, seperti dikatakan
Hering, "Dengan segala keterampilannya sebagai orator, ia menyampaikan
pembelaan maraton yang piawai, penuh dengan data resmi tak terbantah
dalam membeberkan pesannya dengan istilah-istilah yang penuh tenaga"
(hal 213-214).
Dipenjarakannya Soekarno tetap tidak dapat menghasilkan "kepemimpinan
politik baru". Hatta dan Syahrir yang mendirikan Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI Baru) pada tahun 1932 gagal menggantikan peran Soekarno
dan PNI lamanya. Menurut Hering, akhirnya Syahrir bersikap jauh lebih
realistis atas Soekarno. "Kami tak dapat menyingkirkan dia (Soekarno).
Telah beberapa tahun lamanya rakyat terpesona olehnya sampai kini" (hal
237-238). Akibatnya, menurut Hering, "secara mendasar mereka gagal untuk
dapat melaksanakan cetak biru pandangan Barat secara lengkap" (hal 240).
Bebasnya Soekarno pada Januari 1932 membuat Partindo yang didirikan
untuk menggantikan PNI dengan cepat mendorong kembali radikalisme kaum
pergerakan. Cabangnya berkembang hingga 43 cabang dengan anggota
mencapai 20.000 anggota. Untuk memberikan panduan politik, Soekarno
menerbitkan pamflet Menuju Indonesia Merdeka (MIM). Hering tidak melihat
keluarnya pamflet MIM sebagai reaksi dari pamflet Hatta yang keluar
sebelumnya dengan judul Ke arah Indonesia Merdeka (KIM) seperti ditulis
Mavis Rose dalam Biografi Politik Mohammad Hatta (Jakarta, Gramedia
1991, hal 111).
Pada 31 Juli 1933 Soekarno kembali ditangkap karena pamfletnya tersebut.
Dalam proses interogasi inilah dunia pergerakan kembali dibuat geger
oleh Soekarno dengan dipublikasikannya empat surat Soekarno yang
mengungkapkan penyesalan politiknya dan berjanji akan keluar dari
politik dan selanjutnya mengabdikan diri sepenuhnya dalam kehidupan
sebagai warga biasa sesuai dengan kemampuan akademiknya.
Hering sendiri tampaknya mencoba keluar dari polemik sensitif di sekitar
surat ini dengan melihat konteks mengapa bisa keluar surat semacam ini.
Pertama, ia menduga ada tekanan atas Soekarno selama diinterogasi dan
ditahan, "Kunci masalahnya mungkin sekali berada di tangan Jongmans yang
menekan Soekarno dengan memaksanya menulis surat kepada Jaksa Agung"
(hal 258). Kedua, ia hendak mengatakan bahwa Soekarno adalah juga
manusia biasa, apalagi saat itu ibunya sedang sakit, "Di sini ia dalam
keadaan pantas dikasihani, memohon dirinya dibebaskan, serta menerima
usul yang bermaksud baik untuk memperbaiki jalan hidupnya" (hal
258-259). Terakhir, rezim kolonial melanggar kesepakatan yang telah
dibuat untuk tidak mengumumkan surat-surat tersebut. Rezim kolonial
tampaknya sadar, "Diterbitkannya surat itu akan merupakan 'pernyataan
kematian sosialnya yang pasti' dan menyebabkan 'masyarakat Indonesia
akan mengutuk dan meludahi dirinya'" (hal 259).
Selanjutnya, Soekarno harus menjalani hukuman panjang dalam "sewindu
semadi dan refleksi" di Ende dan Bengkulu. Dari pembuangannya di
Bengkulu Soekarno terus mengikuti perkembangan dunia dan mulai menulis
serangkaian artikel tentang bahaya fasisme, "Semangat kita adalah
semangat demokrasi, sedang semangat fasis adalah tirani". Perkembangan
ini disadari Soekarno "akan mempunyai kaitan langsung atau tidak dengan
kepentingan Indonesia sendiri" (hal 295).
Pada 1941 Soekarno dibebaskan dan diminta untuk membentuk Penolong
Korban Perang. Seperti ditulis Hering, "Bagi Soekarno ini merupakan
pertanda bahwa serangan Jepang sudah mendekat" (hal 301). Analisis
Soekarno itu terbukti benar. Bulan Maret 1942 tentara fasis Jepang sudah
behasil mengambil alih Hindia Belanda dari rezim kolonial Belanda.

Zaman Jepang dan proklamasi kemerdekaan

Tidak banyak yang memahami bahwa taktik kolaborasi dalam zaman
pendudukan militer Jepang dilakukan Soekarno dalam kerangka "mencari
segala cara" untuk membawa Indonesia merdeka. Tampaknya penulis ingin
membuktikan bahwa dalam ruang politik yang begitu sempit, Soekarno
berhasil memaksakan berbagai konsesi politik kepada rezim Fasis Jepang.
Dalam "penafsiran seperti ini" Hering ingin menunjukan bahwa Soekarno
tidak berubah dengan cita-citanya, hanya taktiknya yang berubah. oleh
karena itu, strategi Soekarno tersebut tidak bisa disamakan dengan
kolaborasi terhadap naziisme atau fasisme di Eropa.
Pada bulan Juni 1942 Soekarno kembali ke Jawa dari pembuangannya. Ia
lalu terlibat dalam pertemuan politik dengan Asmara Hadi, Hatta, dan
Syahrir untuk merespons situasi terbaru di bawah pendudukan militer
Jepang. "Mereka berempat merundingkan kesempatan kerja sama dengan pihak
Jepang dalam usaha untuk membangun kembali gerakan" (hal 338). Dengan
alasan strategis itu Soekarno menerima penunjukannya untuk berkolaborasi
guna mengurangi dampak politik penindasan pemerintah terhadap rakyat.
Dengan taktik itu Soekarno menerima tawaran Jenderal Imamura, penguasa
militer Jepang, untuk duduk sebagai penasihat dalam Departemen Urusan
Dalam Negeri. Posisi ini memberikan "ruang dan kesempatan" kepada
Soekarno untuk kembali bicara di hadapan ribuan rakyat, "tempat ia
selalu mendapatkan ilham kekuatan" (hal 341), setelah sembilan tahun
diasingkan. Pada tanggal 8 Desember 1942 Soekarno mengumumkan berdirinya
Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Soekarno memanfaatkan Putera untuk melakukan berbagai rapat umum di
berbagai tempat dan mendesakkan berbagai konsesi politik. Sebuah rapat
umum Putera yang dihadiri lebih dari 100.000 orang di Bandung akhirnya
membuat "Pemerintah Jepang memberikan sejumlah konsesi" (hal 356) dengan
"mengizinkan penduduk Jawa melakukan partisipasi politik" (hal 356).
Realisasi perluasan partisipasi politik itu adalah dengan pembentukan
Chuo Sangiin (Dewan Penasihat Pusat), Shu Sangikai di tingkat
karesidenan dan Tokubetsushi Sangikai khusus di Jakarta.
Dalam Chuo Sangiin Soekarno terus menuntut konsesi politik yang lebih
luas bahkan sudah berani menuntut kemerdekaan dalam pidato pertama
pembukaan dewan. Menurut Hering, "Chuo Sangiin yang diketuai oleh
Soekarno telah berkembang ke arah lain daripada yang dimaksudkan oleh
pihak Jepang" (hal 359-360).
Kebutuhan akan mobilisasi perang membuat pihak Jepang membentuk Pembela
Tanah Air (Peta) yang diketuai oleh tokoh PNI, Gatot Mangkoepradja.
Namun, organisasi ini berhasil digerakkan ke arah tujuan lain. Hering
menulis, "Kaum nasionalis Indonesia memandang Peta berbeda karena tujuan
berkelanjutan Soekarno, Hatta, dan para pemimpin Putera lain yang terus
menerus mengindoktrinasi para anggota Peta dengan arah pandangan pro
Indonesia, hanya keluar terlihat pro Jepang dan antisekutu" (hal 365).
Tanda-tanda Jepang mulai kelelahan dengan perang mulai tampak dari janji
PM Koiso untuk memberikan masa depan kemerdekaan bagi Indonesia pada
bulan Juli 1944. Pada tanggal 1 Maret 1945 secara mengejutkan pemerintah
Jepang membentuk Badan Untuk Menyelidiki Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan yang dipimpin oleh Dr Radjiman.
Setelah Nazi takluk pada sekutu pada bulan Mei 1945, Mayjen Yamamoto
Moichiro secara mengejutkan mulai berbicara tentang "membangun Indonesia
merdeka". Badan Untuk Menyelidiki Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
mengadakan sidang 1 Juni 1945 "untuk bersama-sama mencari dasar
filosofis bersama" (hal 401). Dalam sidang ini Soekarnomerumuskan
konsepnya yang dikenal sampai sekarang dengan Pancasila.
Pada tanggal 10 Agustus 1945 Syahrir menyebarkan kabar peledakan bom
atom di Jepang dan ultimatum sekutu agar bala tentara Jepang menyerah.
Ia menyebarkan kabar ini kepada berbagai kelompok pemuda dan menemui
Hatta "untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia" (hal 413).
Polemik yang muncul kemudian adalah, apakah proklamasi dilakukan karena
"penculikan" yang dilakukan oleh kelompok yang didorong oleh "scenario
mereka sendiri, atau setidaknya scenario Syahrir" (hal 415) ataukah
memang karena inisiatif Soekarno -Hatta sendiri? Adam Malik menganggap
telah terjadi kesepakatan antara pemuda dan keduanya setelah dipaksa.
Hatta menganggap kesepakatan itu cuma mitos belaka. Kenyataannya adalah
bahwa naskah proklamasi dikerjakan di Jalan Imam Bonjol, di rumah
Laksamana Maeda, di mana Hatta berperan besar dalam menuliskan naskah
proklamasi. Pada jam 10 pagi di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan 56, "
Soekarno dengan didampingi Hatta di depan ratusan hadirin membacakan
proklamasi" (hal 423).
Berita ini lalu disebarluaskan dengan menggunakan fasilitas kantor
berita Domei ke seluruh pelosok Indonesia dan dunia.
Selanjutnya PPKI diubah menjadi Komite Nasional Indonesia "untuk
menghindarkan kesan sebagai bikinan Jepang". Dan Soekarno menjadi
presiden bersama wakilnya Hatta dengan dewan penasihat sementara Komite
Nasional Indonesia Pusat. Pada tanggal 7 Oktober Syahrir dan 40 orang
anggota KNIP membuat petisi yang menuntut kabinet bertanggung jawab pada
legislatif (KNIP), bukan pada presiden.
Petisi ini menunjukkan terbukanya kembali rivalitas perebutan
kepemimpinan politik di antara Syahrir-Hatta versus Soekarno. Petisi
tesebut adalah alat dari Syahrir-Hatta untuk "memangkas peran politik
Soekarno ". Kejadian ini adalah "kudeta diam-diam dalam arti dilakukan
dengan pintar, tenang dan damai" (hal 429). Dan Soekarno diletakan
perannya tak lebih sebagai "simbol".

Penutup
Karya "akbar" ini menurut Bob Hering akan dilanjutkan dengan penerbitan
jilid II, yaitu masa perjalanan politik Soekarno antara tahun 1945
hingga 1965. Kita patut menunggunya karena rivalitas antara
Hatta-Syahrir dan Soekarno akan mencapai puncaknya dengan penangkapan
Syahrir dan mundurnya Hatta sebagai Wapres. Namun, rivalitas itu
tampaknya hanya sekunder karena munculnya rivalitas baru antara dua
pendatang politik baru yang sangat penting yaitu PKI dan Angkatan Darat
(baca: ABRI). Dua kekuatan politik yang nantinya akan coba diimbangi
oleh Soekarno dengan menggunakan berbagai konsep " Soekarno muda", yang
akhirnya gagal karena Angkatan Darat bergerak dengan motif politik yang
lain yaitu motif ideologis Perang Dingin.



Logo Nu